Sabtu, Desember 29, 2012

Indahnya Sabar


Sang Nabi kekasih Allah itu termenung. Betapa berat perintah Sang Khalik.
Bagaimana mungkin ia yang dulu meninggalkan bayinya di padang tandus dan terpisah berbilang tahun, kini harus menyampaikan berita pilu lagi, yaitu menyembelih anaknya tersebut
Namun Ibrahim as tetap menyampaikan perintah Allah kepada anaknya, Ismail as.
... (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.' Dia (Ismail) menjawab:  'Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,'

(QS As-Shaffat [37]: 102).

Saudaraku…!! kisah dalam surat As-Shaffat tersebut, sungguh memiliki hikmah luar biasa. Lihatlah bagaimana seorang ayah yang shalih memiliki hati yang begitu kuat terhubung dengan Allah swt. Ketundukan ini melahirkan kesadaran bahwa apa pun yang ia miliki dan ia cintai sesungguhnya hanya titipan Allah swt. Sikap itu melahirkan kesadaran bahwa semua milik Allah sehingga menjelma menjadi sifat sabar seorang Ibrahim.
Dengan sifat sabarnya, Ibrahim mampu mengkomunikasikan perintah Allah yang begitu berat kepada anaknya. Dan hati yang lembut itu mengalirkan kesabaran kepada sang anak yang memberikan jawaban indah kepada ayahnya “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” 
Subhanallah, sebuah jawaban yang mencerminkan karakter dan ihtirom anak yang luar biasa. Ia memulai jawabannya dengan kata-kata lembut “Wahai ayahku”. Jawaban yang mencerminkan penghormatan yang sempurna dari seorang anak kepada orangtuanya.
Ismail juga memberikan cermin kepada kita bagaimana seorang anak mendapatkan pendidikan pertama dengan pendidikan akidah “Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu”. Tak akan ada jawaban seperti ini dari seorang anak yang tidak mengenal tauhid. Tauhid inilah yang menjadi fondasi bagi Ismail untuk memiliki akhlak terpuji lainnya, yaitu rendah hati dan santun.
Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Ia tak mengklaim dirinya anak yang sabar, melainkan dengan seizin Allah swt. Ia pun tak mengklaim dirinya orang yang paling sabar karena nyatanya ia mengatakan “Aku termasuk orang-orang yang sabar”.
Saudaraku, kesabaran yang dimiliki Ibrahim dan Ismail adalah kesabaran fenomenal. Tidak mengherankan bila Allah mengabadikan ketaatan mereka dengan adanya syariat qurban. Qurban yang dilakukan setiap tahun menjadi pengingat bagi kita akan pelajaran kesabaran dari Ibrahim dan Ismail as. Pelajaran kesabaran yang tak berujung, membutuhkan banyak pengorbanan, dan tiada henti dalam berbagai situasi. Maka, kita perlu mengetahui, para ulama mengklasifikasikan sabar menjadi:
Sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Sabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah. Sabar dalam menghadapi  ujian dan cobaan dari Allah.
Semoga kita mampu untuk senantiasa bersabar dan menjadi bagian orang-orang yang sabar. Amin. 
Tuk’e Elmu : Ummi Maosaji